Asal-Mula Filsafat
Filsafat
Melalui Demitologisasi Metafisis
Setelah kita amati pada Pekan I bahwa filsafat lahir dari mitos, kita
sekarang harus mengakui bahwa mitos begitu saja bukanlah
filsafat. Jalan yang mengarah dari mitos menuju ilmu, melalui sastra
dan filsafat, justru bisa disebut "demitologisasi". Istilah
ini mengacu pada proses pengambilan "mitos" (dalam pengertian modern
sebagai "keyakinan yang keliru") keluar dari mitos--yaitu
mempertanyakan keyakinan-keyakinan kita yang tak tertanyakan dengan harapan mengubahnya
menjadi ungkapan kebenaran yang lebih andal. Jadi, sebagai misal, ketika saya
menyarankan dalam kuliah yang lalu bahwa kita semua harus mengakui "pohon
filsafat" sebagai mitos untuk kuliah-kuliah ini, kita sebenarnya tidak
berfilsafat. Alih-alih, kita menyiapkan landasan untuk menanam pohon itu
sendiri. Sesudah anda menyudahi matakuliah ini, saya harap
anda masing-masing akan menyediakan waktu secara serius untuk bukan hanya
mempertanyakan mitos, melainkan juga mempertanyakan analogi (puitis) bahwa
"filsafat itu laksana pohon". Namun jika anda buru-buru
mempertanyakan prakiraan ini di sini, akan anda dapati bahwa landasan benak
anda terlalu payah untuk menerima wawasan yang bisa diilhamkan oleh mitos ini
kepada kita.
Salah satu wawasan tersebut adalah bahwa, sebagaimana pohon merupakan
organik lengkap yang terdiri atas empat bagian utama (akar, batang, cabang,
daun), banyak juga, kalau bukan sebagian besar, ide filosofis yang
diorganisasikan menurut pola seperti itu. Kita telah melihat beberapa pola
tersebut di Pekan Pertama. Namun sebelum kita mengamati beberapa contoh
bagaimana demitologisasi berjalan di Yunani kuno, saya akan menunjukkan
beberapa pola lipat-empat menarik lainnya.
Jika pola "mitos, sastra, filsafat, ilmu" diakui sebagai paparan
perkembangan cara pikir manusia pada skala makrokosmik (yakni budaya manusia),
maka kita jangan terkejut mendapati pola serupa yang berjalan pada skala mikrokosmik (yakni individu manusia).
Salah satu cara umum terpenting pemaparan tahap-tahap perkembangan individu
adalah mengacu pada "lahir, muda, dewasa, dan tua". Dengan
mengkorelasikan masing-masing itu dengan tingkat kesadaran yang secara
progresif lebih tinggi, muncullah pola yang tampak pada Gambar II.1.
Sebagaimana perkembangan dari lahir sampai muda bertepatan dengan pembangkitan
benak bawah-sadar (unconscious) anak-anak, maka perkembangan dari muda
sampai dewasa pun memerlukan penajaman kesadaran (consciousness) secara
bertahap, sampai timbul keinsafan khas akan diri sendiri.
Adapun orang yang sadar-diri (self-conscious) yang perkembangannya tidak
terselangi akhirnya masuk ke suatu tahap baru yang, karena ingin istilah yang
lebih baik, bisa kita sebut super-sadar (super-conscious).
Kealiman para orang tua diakui pada semua masyarakat tradisional terutama bukan
karena banyaknya tahun-tahun yang mereka alami, melainkan karena cara pikir
baru yang terbuka bagi mereka; bila mereka mengambil keuntungan darinya, mereka
bisa memandang implikasi yang lebih luas dari hal-hal di luar mereka sendiri.
0 komentar on Asal Usul Filsafat :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !