Makalah Peadagogik
1. Pendahuluan
Dewasa ini jabatan guru mendapat perhatian serius dari
profesi lain. Sejak Indonesia merdeka, memang baru sejak tahun 2005 pemerintah
mulai memerhatikan nasib guru, melalui Undang-undang Nomor 14/2005 tentang Guru
dan Dosen. Guru merupakan jabatan profesional. Makna “profesional adalah
kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dangan keahlian dan pengabdian diri kepada
pihak lain. Profesional mempunyai makna yang mengacu pada sebutan tentang orang
yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam
mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya” (Surya, 2008).
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa profesi
guru dan dosen merupakan bidang pekerjaaan khusus yang memerlukan
prinsip-prinsip profesional, yaitu: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa
dan idealisme; (2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya; (3) memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya; (4) mematuhi kode etik profesi; (5)
memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas; (6) memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya; (7) memiliki kesempatan untuk
mengembnagkan profesinya secara berkelanjutan; dan (8) memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Oleh karena itu, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai
tenaga profesional dibuktikan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sebagai
guru profesional disyaratkan para guru wajib memiliki: (1) kualifikasi akademik
Sarjana atau Diploma IV, (2) Kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional, (3) sertifikat pendidik, (4) sehat jasmani dan rohani, (5)
kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dalam konteks reformasi bidang pendidikan, telah ditetapkan bahwa bidang
pendidikan merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Sekaitan dengan
program profesionalisasi guru, pembinaan profesi ini dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota, sehingga profesi guru kerap menjadi perhatian bagi birokrasi
lain karena selain jumlahnya sangat banyak, juga karena kesejahteraannya sedang
dinaikkan. Bagi para perencana anggaran di tingkat kabupaten/kota profesi guru
menjadi perhatian, terutama jika guru yang disertifikasi telah menjadi guru profesional,
maka harus dianggarkan gajinya dua kali lipat dari sebelumnya. Bagi profesi
lain, guru dipandang sebagai profesi yang sedang dimanja pemerintah.
Kecenderungan calon mahasiswa baru untuk bidang pendidikan dan keguruan pun
hampir di setiap perguruan tinggi keguruan mengalami peningkatan. Artinya
profesi guru telah menjadi pusat perhatian pihak lain.
Profesi guru menjadi harapan banyak pihak dalam mengatasi perubahan di
masyarakat saat ini. Banyak pihak yang merasa bahwa bangsa Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat dramatis, baik dalam kepemilikan karakter maupun budaya
sebagai jati diri bangsa. Budimansyah (2009) menyatakan terjadi perubahan
masyarakat terutama “munculnya karakter buruk yang ditandai kondisi kehidupan
sosial budaya penyabar, ramah, penuh sopan santun dan pandai berbasa-basi
berubah menjadi pemarah, suka mencaci, pendendam, berbuat sadis, kejam, dan
biadab”. Guru diharapkan mampu menanamkan kembali karakter bangsa yang sudah
semakin berubah melalui pendidikan. Profesi guru menjadi harapan semua pihak,
ketika perhatian pendidik informal sedang bergeser pada myopia politik sebagai
sebuah lompatan.
Dalam aspek budaya pun, bangsa kita sudah mulai kehilangan nilai-nilai dan
kecintaan pada seni tradisional. Tidak heran jika kemudian beberapa karya seni
adiluhung di-HAKI-kan oleh bangsa lain. Padahal, seni budaya dapat mengajari
kita tentang kejujuran dan rasa malu. Bangsa kita diajari oleh seni untuk jujur
pada dirinya dan juga kepada orang lain. Bangsa kita harus diajari untuk memiliki
rasa malu jika melakukan perbuatan yang tidak terpuji, seperti memanipulasi
data atau melakukan berbagai cara untuk menguntungkan kelompok atau
golongannya. Untuk itu, diperlukan penanaman kembali rasa cinta pada seni dan
budaya melalui pendidikan. Tentu saja, profesi guru pula yang menjadi harapan.
Demikian besar harapan pihak lain kepada profesi guru untuk
mengembalikan dan memantapkan kembali karakter bangsa Indonesia. Dengan
demikian, tentu saja guru harus menjadi contoh atau teladan terlebih dahulu
bagi yang lain. Guru harus memantapkan kompetensi kepribadian sebagai seorang
guru profesional. Sangat wajar jika guru secara otodidak mendidik diri untuk
memantapkan karakter sebagai guru professional
2.
Kebijakan Pendidikan
Apabila
kita mencermati kembali fungsi pendidikan sebagaimana tertuang dalam
Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan
bahwa “pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Dari hal tersebut tergambar bahwa fungsi pendidikan tidak semata-mata
mengembangkan kemampuan, namun juga dimaksudkan untuk membentuk watak dan
peradaban suatu bangsa yang bermartabat. Pendidikan berfungsi sebagai pembentuk
watak atau karakter bangsa yang bermartabat atau sebagai bangsa yang memiliki
budaya.
Bangsa
yang bermartabat adalah bangsa yang menjunjung tinggi tata nilai dari suatu
peradaban modern. Bangsa bermartabat adalah bangsa yang menjujung tinggi
kebenaran, kejujuran, kesantunan, keramahtamahan, keberagaman, dan ketaatan
pada aturan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan harus berfungsi
membentuk bangsa untuk menjadi bangsa yang bermartabat dan bangsa yang dapat
hidup di dunia modern.
Sementara itu, tujuan pendidikan kita adalah “berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan ini
merupakan arah bagi semua penyelenggara dan pelaksana pendidikan dalam lingkup
sistem pendidikan nasional. Manusia berahlak mulia adalah manusia yang memiliki
ahlak atau perilaku yang baik dan terpuji sesuai dengan norma dan tata
kehidupan masyarakat berbudaya. Dengan merujuk pada tujuan pendidikan ini, maka
seorang guru profesional harus memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi
agar potensi siswa berkembang menjadi manusia (1) beriman dan bertaqwa; (2)
berahlak mulia; (3) sehat; (4) berilmu; (5) cakap; (6) kreatif; (7) mandiri;
(8) menjadi warga negara demokratis; dan (9) menjadi warga negara yang
bertanggung jawab.
Salah
satu kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional adalah “Peningkatan Mutu,
Relevansi, dan Daya Saing”. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang strategis
dalam rangka membenahi permasalahan guru secara mendasar. Sebagai tenaga
profesional, guru harus memiliki sertifikat profesi dari hasil uji kompetensi.
Sesuai dengan usaha dan prestasinya, guru akan memperoleh imbal jasa, insentif,
dan penghargaan, atau mungkin sebaliknya, disinsentif karena tidak terpenuhinya
standar profesi oleh seorang guru. Untuk keperluan tersebut ditempuh program
pendidikan profesi guru dan sistem sertifikasi profesi pendidik, baik untuk
calon guru (pre service) maupun untuk guru yang sudah bekerja (in service).
Pendidikan profesi bagi calon guru dilakukan bersamaan dengan penerimaan
sebagai calon pegawai negeri sipil, sedangkan pendidikan profesi bagi yang
sudah menjadi guru ditempuh bagi guru-guru yang belum memenuhi syarat
profesional berdasarkan penilaian portofolio (rekam jejak kinerja) atau
mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru dalam jabatan.
Kebijakan Kemdiknas dalam peningkatan mutu, relevansi,
dan daya saing tersebut menyatakan bahwa standar profesi guru merupakan dasar
bagi penilaian kinerja guru yang dilakukan secara berkelanjutan atas dasar
kinerjanya baik pada tingkat kelas maupun satuan pendidikan. Kinerja guru akan terus diukur
berdasarkan standar profesi guru sehingga akan diperoleh guru yang layak
mendapatkan insentif atau guru yang disintensif. Idealnya penentu
profesionalisasi guru adalah lembaga atau organisasi profesi, namun karena
untuk memenuhi ketentuan penjaminan mutu maka saat ini menjadi tanggung jawab lembaga
penyelenggara pendidikan profesi guru atau Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan
yang telah memenuhi ketentuan.
3. Guru Profesional
Guru
profesional adalah guru yang memiliki empat kompetensi profesi guru, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Indikator keempat
kompetensi ini berjumlah 24 kemampuan ideal seorang guru profesional.
Kompetensi pedagogik terdapat 10 indikator; kompetensi kepribadian terdapat 5
indikator; kompetensi sosial terdiri atas 4 indikator; dan kompetensi
profesional terdiri atas 5 indikator.
Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi
pedagogik adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas-tugas pendidikan dan
keguruan. Kompetensi ini terdiri atas:
1)
Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual.
2)Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3)Mengembangkan
kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
4)Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
5)Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan
pengembangan yang mendidik.
6)
Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki.
7)Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8)Menyelenggarakan
penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9)Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk
kepentingan pembelajaran
10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran
Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi utama bagi
seorang pendidik. Dalam
mendidik, seorang guru harus menguasai karakteristik peserta didik sehingga
proses pendidikan yang dilakukan tidak mengalami hambatan dalam berkomunikasi.
Karakteristik peserta didik itu meliputi fisik, psikhis, soial, dan budaya
tempat tinggal peserta didik. Kompetensi pedagogik merupakan komptensi karakter
seorang guru.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi
kepribadian merupakan kompetensi personal seorang guru. Kompetensi ini
merupakan sosok kepribadian seorang guru yang berkarakter sebagai orang
Indonesia serta pribadi yang ideal dari orang yang menjadi teladan di
masyarakat. Guru merupakan pribadi yang dapat menjadi contoh bagi yang lain.
Kompetensi kepribadian guru itu terdiri atas:
1) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan
bagi peserta didik dan masyarakat.
3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa
4) Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru,
dan rasa percaya diri.
5)
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial merupakan kompetensi guru dalam berhubungan dengan pihak lain. Dalam
lingkungan masyarakat, biasanya guru menjadi contoh bagi profesi lain dalam
berinteraksi dan berkomunikasi yang baik. Kompetensi sosial ini terdiri atas:
1)
Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,
dan status sosial ekonomi.
2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
3)
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang
memiliki keragaman sosial budaya.
4)
Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan
dan tulisan atau bentuk lain.
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan kompetensi yang berhubungan
dengan bidang akademik. Kompetensi ini terdiri atas:
1) Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang diampu.
2)
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu.
3)
Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
4)
Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif.
5)Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.
Keempat
kompetensi profesi guru ini merupakan indikator bagi seorang guru profesional.
Implementasi dari keempat komptensi ini dapat terwujud dalam aktivitas
sehari-hari seorang guru, baik ketika ia sedang bertugas mendidik siswa dalam
kelas maupun ketika ia berada di lingkungan masyarakat. Kompetensi profesi guru
ini melekat dengan pribadi guru sehingga akan selalu merupakan karakter sebagai
seorang pendidik yang berada di lingkungan masyarakat.
4. Pendidikan Berbasis Karakter
Sistem pendidikan nasional sebagaimana digariskan dalam
Pasal 31 UUD 1945 beserta peraturan perundangan turunannya merupakan instrumen
untuk mewujudkan pembentukan karakter bangsa Indonesia, termasuk karakter
seorang guru Indonesia. Untuk itu, diperlukan suatu pendidikan guru berbasis
pada pembangunan karakter bangsa. Tujuan utama pendidikan karakter adalah untuk
menumbuhkan karakter warga negara, baik karakter privat, seperti tanggung jawab
moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari
setiap individu; maupun karakter publik, misalnya kepedulian sebagai warga
negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan
kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Winataputra dan
Budimansyah,2007:192).
Pendidikan karakter lebih mengarah pada peningkatan
kepribadian yang akan tertanam secara mendalam dalam diri. Pada masa orde lama
pernah diungkapkan bahwa untuk mengatasi lunturnya idealisme bangsa diperlukan
character building, yang disampaikan oleh Presiden Sukarno pada Pidato
Kenegaraan tanggal 17 Agustus 1962. Character building ini dilakukan melalui
lembaga pendidikan melalui mata pelajaran khusus atau memasukkan konsep nation
character pada setiap mata pelajaran. Pendidikan karakter lebih mengedepankan
kemampuan emosional dan spiritual yang dalam kompetensi profesi pendidik
termasuk ke dalam kompetensi kepribadian.
Kebijakan dalam sistem pendidikan disusun dengan pandangan ideal tentang
sesuatu hal. Kebijakan sertifikasi profesional guru sejatinya dimasudkan untuk
meningkatkan kualitas pendidik. Peningkatan kualitas pendidikan diharapkan akan
mampu mendongkrak kualitas pendidikan di negeri ini. Namun, kebijakan ini malah
justru dikaburkan oleh pandangan sempit bahwa “sertifikasi guru merupakan upaya
meningkatkan kesejahteraan guru”. Dari hal ini, muncul kelompok-kelompok
pragmatisme di kalangan para guru, dan menyisihkan kelompok idealisme.
Pandangan idealisme dipojokkan pada sebuah kenyataan yang tidak sesuai dengan
zaman, padahal kelompok idealime ini merupakan agen pembaharu di lingkungan
komunitas guru.
Gagasan character building sebagai upaya menciptakan guru-guru ideal patut
mendapat dukungan semua pihak. Apabila idealisme telah melekat pada pribadi
guru, maka ia akan mampu memperbaiki fenomena masyarakat kita yang telah mulai
meninggalkan karakter bangsa Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan
pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Konsep Pendidikan Budi Pekerti yang menjadi pemikiran ideal seorang guru ketika
ia merasa resah dengan fenomena masyarakat saat ini merupakan landasan bagi
pengembangan character building. Pengembangan pendidikan budi pekerti ini
seharusnya dibangun terlebih dahulu melalui sebuah kesadaran kolegial setiap
guru bahwa ia harus bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia. Seorang guru ideal ia harus mampu mendidik
dirinya (otodidak) untuk selalu menjadi pribadi yang jujur, berakhlak mulia,
dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Konsep kejujuran dan berahlak
mulia yang ditanamkan kepada peserta didik, seharusnya telah terlebih dahulu
tertanam dalam diri pendidik. Bagaimana jadinya, jika pendidik mengarahkan
peserta didik untuk bertindak dan berkata jujur, sedangkan ia tidak memberi
contoh untuk bertindak jujur? Guru harus menjadi teladan bagi murid dan
masyarakat dalam bertindak dan berkata jujur serta berahlak mulia.
Guru harus menjadi contoh bagi murid dalam mengelola qolbu. Oleh karena itu, ia
harus melakukan self actualisation tentang pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa. Dalam mengaktualisasikan hal tersebut, guru akan membangun
dirinya untuk memiliki pribadi yang tidak mudah marah, mampu mengontrol emosi,
dan dapat memberikan pertimbangan secara komprehensif dalam pengambilan
keputusan. Setiap tindakan dan perbuatan guru selalu dilakukan dengan
mengontrol emosi secara objektif, sehingga pribadi guru menjadi berwibawa di
hadapan murid dan masyarakat. Guru menjadi peribadi yang “digugu dan ditiru”
oleh murid dan masyarakat.
Dalam hal melaksanakan tugas pokok sebagai pendidik guru
selalu menunjukkan etos kerja dan tanggungjawab yang tinggi. Seorang guru akan
berusaha memantapkan dirinya untuk menjalankan profesi guru secara ikhlas dan
tidak mengeluhkan tugasnya. Pada diri guru harus ditanamkan keyakinan bahwa
pekerjaan guru merupakan pekerjaan mulia. Ketika di dunia beroleh imbalan dari
pemerintah atau dari yayasan, dan mudah-mudahan di akhirat menjadi amal baik
yang selalu mengalir jika ilmu yang diberikan kepada murid bermanfaat. Profesi
guru harus menjadi profesi yang dapat dibanggakan karena keyakinan di atas.
Oleh karena itu, setiap guru harus dapat membangun diri (self building)
terutama dalam menunjukkan etos kerja dan tanggungjawab yang tinggi. Sifat ini
akan berhubungan dengan kebanggan dan kepercayaan diri menjadi seorang guru.
Menjadi guru adalah pekerjaan mulia dan beribadah.
Seorang guru profesional akan selalu menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Ia tidak akan mudah tergoyahkan oleh kepentingan sesaat, karena profesi ini
selalu dihayati dan dinikmati sebagai fitrah dari sang pencipta. Kode etik
profesi guru merupakan pegangan dalam menjalankan profesi keguruan dan akan
selalu tertanam dalam diri guru ideal. Oleh karena itu, pandangan yang
meremehkan profesi guru atau menjatuhkan profesi guru akan mendapatkan reaksi
dari pada guru yang telah memiliki karakter sebagai guru profesional.
Berdasarkan uraian ini, tampaknya pendidikan karakter bagi seorang guru
merupakan pandangan ideal. Dalam mengimplementasikan hal ini dapat ditempuh
melalui proses otodidak guru yang dilakukan dengan berintospeksi. Dalam suatu
organisasi informal seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pun dapat
dilakukan pendidikan dan latihan berbasis karakter untuk memantapkan kompetensi
kepribadian seorang guru. Program yang sangat ideal ditempuh melalui program In
House Training (IHT) bagi para guru yang dapat diselenggarakan melalui UPTD
Peningkatan Profesi Pendidik atau melalui Badan Kepegawaian Daerah di tingkat
kabupaten/kota. Melalui pendidikan karakter ini diharapkan para guru semakin
mantap kepribadiannya dan ia dapat menjadi teladan bagi murid dan masyarakat
dalam memantapkan karakter bangsa Indonesia.
5. Simpulan
Perubahan masyarakat yang mendorong adanya perubahan
karakter bangsa Indonesia merupakan kekhawatiran semua pihak. Profesi guru
merupakan harapan satu-satunya untuk memperbaiki perubahan negatif tersebut.
Namun demikian, profesi guru harus menjadi contoh dan teladan terlebih dahulu
bagi masyarakat yang sedang mengalami degradasi. Guru harus merupakan profesi
terdepan dalam mempertahankan kelompok idealisme daripada pragmatisme. Guru
merupakan harapan semua pihak untuk mendidik dan mengarahkan masyarakat
Indonesia untuk kembali ke jatidiri bangsa Indonesia yang memiliki karakter
sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat.
Dalam mengemban tugas sebagai agen pembaharu, guru harus
menjadi teladan bagi peserta didik maupun masyarakat. Guru dapat mengikuti atau
menerapkan pendidikan dan pelatihan berbasis karakter. Guru seharusnya dapat
membangun karakter diri sebagai pribadi yang diidamkan melalui proses pelatihan
diri.
Pendidikan
berbasis karakter dapat dilakukan dengan memantapkan kompetensi kepribadian guru. Pendidikan ini dapat dilakukan
secara otodidak atau dilakukan secara terprogram sebagai bentuk penyegaran pada
guru. Pendidikan karakter bagi guru merupakan upaya yang dapat ditempuh dalam
rangka memersiapkan agen pembaharu untuk memperbaiki kepribadian bangsa yang
sedang mengalami pergeseran dan perubahan. Profesi guru diharapkan mampu
menjadi “pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk dalam kehausan”. Amin.
Daftar Pustaka
Depdiknas
(2003) Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Dokumentasi
Depdiknas.
Depdiknas (2005) Undang-undang Guru dan Dosen. Bandung: Adicita Karya Nusa.
Depdiknas (2007) Pedoman Penilaian Guru dalam Jabatan. Jakarta: Direktorat
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Budimansyah,
D. (2007). “Pendidikan Demokrasi Sebagai Konteks Civic Education di
Negara-negara Berkembang”, Jurnal Acta Civicus, Vol.1 No.1, hlm.11-26.
Raka,
I.I.D.G. (2008). Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa: Menengok Kembali
Peran Perguruan Tinggi, Bandung: Majelis Guru Besar ITB.
Sukarno
(1965). Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid Kedua, Jakarta: Panitya Penerbit Di
Bawah Bendera Revolusi.
Supriadi,
Dedi (1998) Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Bandung: Adicita Karya Nusa.
Surya, Mohamad. (2008). Guru Profesional: untuk Pendidikan Bermutu. Bandung:
Geografi Edu.
Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Konteks,
Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas, Bandung: Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan SPs UPI.